Fenomena perdukunan
begitu banyak tersebar di masyarakat Indonesia, dengan berbagai macam nama dan
embel – embel yang dirancang untuk memikat para pelanggannya, baik mereka yang
ingin memeinta kesembuhan cepat jadi jutawan, cepat dapat jodoh, awet muda, selalu
ingin disayangi pasangan, dagangan laris dan keinginan – keinginan duniawi yang
mereka dambakan.
Apa Kewajiban kita ?
Ironis memang di zaman
modern yang serba canggih dan pemikiran manuasia yang rasionalis masih banyak
pelanggan - pelanggan dukun dari kaum
pejabat hingga rakyat jelata yang mengingikan “Kesaktian dukun”. Oleh karena
itu pada kesempatan kali ini saya menganggap penting mengupas permasalahan ini, bukan hanya masalah
rasional atau irasional, namun lebih menurut pandangan Islam, “Bagaimana hokum
mempercayai dukun?”.
Pengertian Dukun dan
hukum perbuaatan mereka.
Al-Lajnah Ad-Daimah
(Komite fatwa Ulama Arab Saudi) memberikan fatwa tentang pengertian dukun
sebagai berikut :
“Orang yang mengaku
mengetahu pekara yang gaib atau mengetahui apa yang ada didalam hati, yang
demikian itu kebanyakan terjadi dari orang yang memikirakan bintang guna
mengetahui kejadian – kejadian atau meminta bantuan dari pendengaran (Dari
langit) dari para syetan, dan yang semisal dengan mereka, seperti mereka yang
menulis di pasir dan melihat dicangkir atau telapak tangan, demikian juga orang
yang membuka buku dengan klaim bahwa mereka dapat mengetahui perkara gaib dengan cara seperti
itu”.
Adapun konsekuensinya
dari perbuataan mereka adalah kekufuraan karena mereka menganggap berserikat
dengan Allah dalam sifat dari sifat – sifat-Nya yang khusus untuk-Nya, yaitu
mengetahui perkara – perkara gaib.
Allah berfirman :
Fakta Dukun?.
Keberadaan dukun
merupakan musibah bagi orang awam yang pengetahuan agamanya sedikit. Karena
keberadaan dukun terkadang dianggap solusi bagi permasalahaan yang tengah
mereka hadapi. Hal ini dapat diketahui dari silih bergantinya pengunjung dari
kalangan bawah hingga konglomerat pada tempat – tempat yang menawarkan jasa
perdukunan. Terlebih dengan dukungan teknologi yang serba canggih mempermudah
tawaran – tawaran yang begitu menggiurkan dari para dukun seperti televise,
internet, Koran, handphone dan masih banyak lainnya.
Terkadang persepsi para dukun
dianggap sesuai dengan kenyataan dan fakta yang ada. Namun ketahuilah semoga
Allah selalu membimbing kita ke jalan yang benar . bahwa realistisnya mereka
selalu dikaitkan dengan kejadian yang cocok atau jika memang ada benarnya maka
itu hanyalah satu dari sekian banyak kedustaan.
Dari Aisyah dia
berkata : “Manusia berkata kepada Rosulullah tentang dukun maka Rosulullah
bersabda “Sesungguhnya mereka tidak bisa
apa – apa” lalu mereka bertanya lagi, “Wahai Rosulullah, sesungguhnya mereka
mengucapkan sesuatu dan mereka benar (Sesuai dengan kenyataan). Lalu Rosulullah
bersabda “itu adalah sebuah kalimat dari kebenaraan yang ducuri oleh Jin lalu
menyampaikan pada telinga walinya (Dukun) seperti berkoteknya ayam, lalu Jin
itu mencampur dengan kalimat yang benar itu dengan lebih dari seratus
kedustaan”
(HR. Bukhari : 5429,
5859, 7122 dan Muslim : 2228).
Bolehkah mempercayai
Dukun?.
Setelah kita mengetahui
kedustaan para dukun, maka percaya kepada dukun merupakan sebuah kekonyolan
yang sepantasnya untuk ditinggalkan. Terlebih lagi , telah datang laranga
kerasdan Ancaman dari Rosulullah
ash-Shadiqul Mashduq (Yang pasti benar dan wajib dibenarkan) diantara
hadist tersebut adalah :
1.
Dari Mu’awiyah bin hakam As-sulami dia berkata, “Wahai Rosulullah sesungguhnya aku orang yang baru masuk islam, dan sesungguhnya Allah telah datang dengan islam, dan diantara mereka kita ada beberapa orang laki – laki yang mendatangi dukun “. Maka Rosulullah berkata “Janganlah kalian mendatangi dukun”. (HR. Muslim : 735, 121)
Dari Mu’awiyah bin hakam As-sulami dia berkata, “Wahai Rosulullah sesungguhnya aku orang yang baru masuk islam, dan sesungguhnya Allah telah datang dengan islam, dan diantara mereka kita ada beberapa orang laki – laki yang mendatangi dukun “. Maka Rosulullah berkata “Janganlah kalian mendatangi dukun”. (HR. Muslim : 735, 121)
2.
Dari
sebagaian istri Nabi bahwa Rosulullah berkata , “Barang siapa yang mendatangi Arraf lalu bertanya kepadanyatentang
sesuatu, maka sholatnya tidak diterimaselama empat puluh hari (HR Muslim :
2230),
a.
Berkata
al-Baghawi “Arraf adalah orang yang memberitahukan kepada manusia lokasi barang
yang hilang atau yang dicuri dan selainnya dari apa – apa yang terjadi dan
samar perkaranya bai manusia”.
b.
Berkata
Imam an-Nawawi “adapun makna ‘Sholatnya tidak diterima selama empat puluh hari
‘ adalah dia tidak mendapatkan pahala sholat meskipun hal itu telah
mencakupinya dari melaksanakan kewajiban dan tidak perlu mengulanginya.
Jadi dari penjelasan
diatas kewajiban sholat tetap ada ,
tetapi sebagai hukumannyamereka tidak mendapat pahala dari sholat yang mereka
kerjakan.
3.
Dari Abu
Hurairaah dia berkata “Rasulullah bersabda barang siapa yang mendatangi Arraf
atau dukun lalu dia membenarkannya terhadap ada yang ia katakana, maka di telah
kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad” (HR. Al –Hakim 1/8 ;
dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil : 2006).
Akan tetapi dalam hal
mendatangi Dukun atau arraf terdapat empat perincin sebagai berikut :
Pertama : hanya
sekedar bertanya kepadanya, maka ini adalah haram, bahkan masuk dalam hadist
tidak diterima sholatnya selama empat puluh hari.
Kedua : Bertanya dan
mempercayai ucapannya, maka ini adalah kekufuran dan masuk dalam hadist Abu
Hurairah diatas.
Ketiga : Bertanya
untuk mengklarifikasi, apa dia jujur ataukah dusta? Tidak untuk mengambil
perkataannya, maka yng seperti ini tidak mengapa dan tidak masuk dalam ancaman.
Keempat : Bertanya untuk memperlihatkan kelemahannya
dan kedustaannya, maka ini disyariatkan bagi yang mampu bahkan terkadang sampai
derajat wajib.
Rasulullah berkata
“Barangsiapa yang mengetahui kemungkaran hendaklah dia mengubahnya dengan
tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu dengan
hatinya dan itu adalah selemah – lemahnya iman” (HR. Muslim Kitabul Iman: 177).
Berangkat dari hadist
diatas maka kewajiban kita adalah mengikarinya semampu kita. Bagi mereka yang
mempunyai kekuatan dan kekuasaan seperti waliyyul amri dan yang semisal mereka
wajib untuk mengingkarinya dengan kekuatan seperti hukum para dukun, dan membuat jera setiap orang
yang ta’awun (tolong menolong) dengannya.
Adapun yang mampu
dengan lisan seperti alim ulama maka hendaknya mereka mampu menyampaikan ilmu
tentang permasalahan ini dengan menjelaskan kepada manusia bahwa itu adalah
perbuataan yang haram dan tidak ada manfaatnya sedikitpun bahkan akan membawa
petaka.
Adapun bagi orang –
orang awam meminimalnya adalah mengikarinya dengan hatinya, ia tidak rela
dengan adanya perbuataan tersebut dan membenci perbuataan pelakunya.
Dan mudah – mudahan
Allah menjauhkan kita dari fitnah, dan menampakkan kebatilan serta menghukum
para dukun dan pembantu – pembatunya dari kalangan jin yang terkutuk.
4.5